Selasa, 08 Februari 2011

Berbagai diskusi seni

Setiap kali dilaksanakan diskusi oleh seniman, selalu saja terjadi persinggungan yang tak sehat. Terutama antar kelompok yang sudah pasti merasakan kelompoknya yang paling hebat dan selalu menafikan keloimpok lainnya. Bahkan terkadang terkesan, bagaimana caranya menghancurkan kelompok lain.

Akibatnya, walau dalam undangan selalu dikatakan, untuk kebersamaan namun yang terjadi untuk eksistensi sebuah kelompok belaka. Hal seperti ini sudah lama terjadi, khususnya di Medan. Lantas kepentingan kelompok yang selalu lebih menonjol, akan membawa kehancuran bagi berbagai kelompok seni.

Hal ini terjadi disetiap cabang kesenian, baik sastra, tari, teater, rupa bahkan musik. Persaingan tak sehat yang selalu terjadi, bisa mempengaruhi perkembangan kreatifitas dan membuat orang-orang yang tidak bergerak di dunia kesenian menjadi bingung.

Jika kelompok A yang mengadakan kegiatan, maka dapat dipastikan beberapa dari kelompok lain tidak akan hadir dalam perhelatan yang diselenggarakan oleh kelompok A dan sebaliknya. Bukan itu saja, bahkan selalu terjadi sas-sus, antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, bukan hanya perbedaan pandangan dalam berkarya, tetapi sampai ke hal-hal pribadi.

Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, seakan hanya sebuah slogan belaka yang tak diamalkan. Kondisi pertentangan antar kelompok memang selalu terjadi. Di satu sisi sangat mengagnggu kreatifitas, namun di sisi lain justru ada juga yang menjadikannya untuk meningkatkan kreatifitas.

Seorang kreator muda, Ojax Manalu, membuka sebuah kegiatan kecil yang besar manfaatnyha dengan nama Warung Diskusi Bersama setiap dua bulan sekali. Sebuah gebrakan yang boleh dikatakan sangat maju. Terlebioh lagi, ketika dalam Warfung ini, didiskusikan bukan hanya sastra saja, melainkan semua cabang kesenian dengan menghadirkan berbagai nara sumber.

Pada awalnya memang nara sumber itu, barfu dari kalangan sendiri dan tanpa honor. Bukan berarti, suatu saat nanti bisa saja berkembang mengundang nara sumber dari kalangan akademisi, bukan saja dari Sumatera Utara bahkan mungkin dari berbagai kota lain di Indonesia. Kenapa Tidak?

Lebih sepuluh tahun lalu, Sanggar Diskusi Pondok Gerimis, melakukan berbagai diskusi, sekali dalam sebulan. Nara sumbernya bahkan didatangkan dari berbagai kalangan. Seperti ahli ekonomi Dr. Polin Pospos, ahli Hukum Dr. M. Solly Lubis (ketika itu belum profesor), Dr. Usman Pelly dan sebagainya.

Diskusi dari nara sumber yang tidak bercerita tentang kesenian didatangkanke Taman Budaya dan untuk makanan ringan dan sekedar minum teh manis, dijalankan kotak dana. Sayang diskusi ini tidak berlangsung lama, karena banyak rekan-rekan seniman yang protes, kenapa nara sumber yang didatangkan bukan dari kalangan seniman. Gerakan-0gerakan halus mujlai digelar dan akhirnya pelaksanaan diskusi menjadi ekor tikut, semakin hari, semakin mengecil dan kemudian padam.

Seniman adalah saksi zaman. Selain saksi zaman, seniman juga memiliki spesialis generalis. Artinya, seorang seniman wajib mengetahui semua hal setidaknya secara umum. Kalau tidak, bagaimana seniman mampu berkarya tentang hal-hal yang faktual, jika dia tidak mengetahui banyak tentang hal yang baru saja terjadi sebagai sebuah kesaksiannya.

Kita ambil contoh seorang novelis terkenal Sidney Shildon, seorang sarjana filsafat yang menulis dalam novelnya tentang pembajakan sebuah pesawat terbang. Saat akita membaca novelnya, kita seperti terasa ikut berada di dalam pesawat yang sedang dibajak oleh tiga orang terroris. Sidney Shildon demikian detail bvercerita tentgang pesawat terbang boeing 747 yang terbang di atas lautan Atlantik. Sidney bercerita tentang kedalaman laut Atlantik dan kecepatan angin di luar pesawat yang berketinggian terbang 35.000 kaki di atas permukaan laut dengan kecepatan 600 mils per jam.

Bukan hanya itu, Sidney Shildon juga bercerita tentang berbagai kompoten pesawat yang fungsi-fungsinya. Kemampuan jelazah terbang pesawat, serta jumlah bahan bakar avtur yang dibawa sampai berapa jam bisa terbang. Kemujdian setelah sekian jam, beraopa lama pesawat harus istirahat di darat kemudian bisa terbang kembali. Semuja bisa diceritakan dengan detail, hingga pembaca memiliki pengetahuan yang bertambah.

Dengan dalih itulah, ketika itu Sanggar Diskusi Pondok Gerimis yang penulis motori bersama dengan Haris Nasution, juga dibantu oleh Yondik Tanto dan beberapa teman lainnya. Ada beberapa hal yang menyebabkan Sanggar Diskusi Pondok Gerimis tgerhenti melakukan kegiatannya. Kemungkinan (sekali lagi kemungkinan), peserta diskusi tidak suka pada diskusi ini.

Kemungkinan kedua peserta diskusi tak mampu menangkap atau tak tertarik pada disiplin ilmu yang lain, di luar seni. Atau kemungkinan ketiga, memang merasa tak perlu untuk ikut diskusi, karean tidak memiliki banyak referensi disiplin ilmu walau secara umum.

Semoga Warung Diskusi Bersama yang digagas oleh Ojax Manalu, bisa lebih berkembang dan terus menghadirkan diskusi-diskusi yang bernas. Kepada Warung Diskusi penulis hanya menyarankan, hanya ada dua pilihan. Jadilah Kafilah, yang terus berjalan, walau anjing terus menggonggong bahkan menyalak sejadi-jadinaya.
Idris Pasaribu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar