Selasa, 12 April 2011

Mengenang Cornel Simanjuntak Seniman yang Pahlawan

Hidayat Banjar

Senin 21 Maret 2011 malam, di Auditorium RRI Medan Jalan Gatot Subroto tertata artistik. Panggung dilatarbelakangi karikatur Cornel Simanjuntak (1921-1946) yang ditembak pahanya oleh tentara Gurkha.

Di sebelah kanan panggung dari sisi penonton, para pemain musik, duduk manis sembari memegang alat musik masing-masing.

Di bawah panggung, di bangku sebelah kiri dari arah penonton, presenter Yusrianto membacakan acara demi acara. Semula dia duduk, kemudian berdiri. Setelah Dr. Mauli Purba, musisi dari USU menduduki kursi sebelah kanan, Yusrianto duduk lagi.

Menjawab pertanyaan Yusrianto, Purba mengtakan, Cornel memiliki pribadi yang kuat dan tergambar dari kematangan karyanya, sangat musikal.

"Komposisi lagunya sangat berkarakter, melodi yang kuat, komposisi musik barat yang mengindonesia. Cornel begitu pas meramu antara melodi dan teks. Sangat berkarakter Cornel," jelas Purba. Jenis musiknya vokal seriosa. Teks tak sulit, ritmanya sangat kuat (mars).

H Karseno S Wakil Ketua Lembaga Veteran Sumut mengemukakan, lagu-lagu Cornel Simanjuntak "Par Siantar" ini membangkitkan semangat perjuangan.

"Dulu, kita gunakan lagu-lagu Cornel untuk membangkitkan semangat prajurit," tegasnya.

Cornel Serasa Hadir

Kemudian tampillah Raudah Jambak membacakan puisi karya Djohan A Nasition (alm) yang berjudul "Memori untuk Cornel". Tidak, Musikmu tetap mengalun/Lestari dalam hati kami/dan jejakmu kukuh membumi (bait terakhir). Sungguh betapa Cornel serasa hadir di RRI malam itu, di sisi kita: pemuda yang gagah berani dan berhati lembut.

Kehadiran Cornel tambah intens ketika "Maju Tak Gentar" dilantunkan Sofeggio Choir Unimed dalam orkestra. Maju tak gentar membela yang benar/Maju tak gentar hak kita diserang.

Demikianlah Cornel memanfaatkan musik untuk perjuangan kemerdekaan. Hal ini diperkuat dari penuturan Joni Simanjuntak (anak dari adik Cornel).

"Bapak tua saya itu menggunakan musik untuk perjuangan." Ketika ditanya mengenai pembentukan yayasan, Joni menuturkan idenya sudah ada, tapi belum terwujud.

Dr Ikhwan Ashari sejarawan mengemukakan, Cornel menggunakan musik untuk perjuangan.

"Ya, itulah fungsi sejarah, mempelajari masa lalu untuk jadi inspirasi masa kini. Seniman adalah anak zamannya, misal jika ada pembicaraan tentang tsunami, maka tampillah Ebit atau lagunya. Bicara korupsi akan hadir Iwan Fals atau lagunya," paparnya.

Ada realitas sejarah dan ada konstruksi sejarah, bagaimana kita mengkonstruksi realitas itu?

"Lagu-lagu Cornel merupakan transformer power yang memiliki kekuatan mengajak orang lain untuk melakukan sebagaimana yang diinginkan penciptanya. Lagu-lagu Cornel memiliki daya magis yang luar biasa. Pengaruh musiknya justru lebih kuat setelah dia meninggal," tambah Ikhwan.

Usai penjelasan Ikhwan, tampil Lamhot Sihombing dengan lagu O Ale Alogo. Kemudian Tyas Anggoro Anggota Dewan LPP RRI. Acara ditutup dengan pemberian cindera mata dari dr Robert Valentino Tarigan SPd Pimpinan BT/BS BIMA Indonesia yang berpusat di Jalan Bantam Medan dan Baldwin Silitonga Msi Kepala RRI Medan.

Menanggapi acara Mengenang Komponis Cornel Simanjuntak ini, Valentino mengemukakan, meski dirinya awam dalam bidang musik (seni) tetapi dia suka musik.

"Musik dan bentuk-bentuk kebudayaan lainnya berguna terhadap kehidupan spritualitas anak bangsa dan negara. Wajar kalau kita ikut berperan -meski kecil- di dalamnya," tegasnya.

Pejuang Kemerdekaan

Seperti yang disuarakan back sound RRI dan di buku "Kumpulan Lagu-lagu Komponis Nasional Cornel Simanjuntak" yang disusun oleh Willy Simanjuntak SH, disebutkan Cornel Simanjuntak lahir di Pematang Siantar (Kampung Tambunan Simpang II) tahun 1921. Anak dari Tolpus Simanjuntak gelar Ompu Mangara pensiunan Polisi di Medan, Ibunda Rumina boru Siahaan, sembilan bersaudara, 7 laki-kaki dan 2 perempuan.

Pendidikan HIS St Fransiscus di Medan tamat tahun 1937, kemudian melanjutkan pendidikan ke HIK Xaverius College Muntilan Yogyakarta. Sebenarnya Cornel sudah diterima pada sekolah HBS di Medan, tetapi orangtuanya sengaja mengirimkan ke sekolah guru di pulau Jawa karena pada saat itu suatu kebanggaan, kalau anak dapat belajar di sana. Kemudian predikat sebagai guru mempunyai status terhormat di kalangan masyarakat. Berkat bantuan dan dorongan Zuster Rodolfin Kepala Sekolah HIS St Fransiscus di Medan, Cornel berangkat ke HIK Muntilan.

Murid yang Cerdas

Menurut teman-temannya satu sekolah di Muntilan pada masa itu, Binsar Sitompul dan JFP Hutauruk, Cornel Simanjuntak termasuk murid yang cerdas, pemberani, jujur dan tidak pernah enggan membela pendiriannya.

Alat-alat musik yang digemarinya, piano, biola, fluit/clarinet, orgel, faktor inilah yang menjadi dasar untuk dapat menjadi dirigen dan sempat menggerakkan Orkes Paulus Seminari Yogyakarta.

Gurunya pada masa itu Peter J Schouter dan RAJ Suyasmin, sangat menarik perhatian dan mengagumi Cornel. Oleh gurunya di luar jam pelajaran sekolah, Cornel diberikan pelajaran musik secara khusus mengenai teori dan praktik.

Di dalam Orkes Simponi Sekolah, Cornel memegang peranan sebagai Conser Master, juga beberapa kali tampil sebagsi Solis pada biola.

Suatu kali, dia kedapatan oleh guru tidak memperhatikan pelajaran yang sedang diberikan karena ternyata di bangkunya, dia sedang sibuk menulis balok-balok not untuk menyusun suatu harmoni musik yang sedang berkecamuk di benaknya.

Seorang Prajurit

Pada awalnya, Cornel lebih merasakan sebagai seorang prajurit daripada seorang seniman. Sebagai seorang idealis sejati, dia menganjurkan kepada teman-teman pemuda lainnya, supaya memanggul senapan karena pada hematnya hanya itulah satu-satunya jalan untuk berbakti kepada Tanah Air Indonesia.

Cornel dengan pemuda lain aktif memberi penerangan kepada masyarakat di sekitar kampung-kampung di kawasan kota Jakarta dan Krawang tentang arti kemerdekaan. Kemudian mengimbau rakyat supaya bersiap-siap untuk membela yang benar, serentak mengusir penyerang dan siapa saja yang mau menjamah Tanah Air Indonesia maupun yang akan menentang Kemerdekaan Indonesia.

Pada satu pertempuran antara pasukan kita dengan pasukan sekutu (tentara Inggris/Gurkha) di daerah Senen, di Tangsi Penggorengan, Cornel Simanjutak tertembak pahanya, kemudian dirawat di RSU Pusat Jakarta. Belum sempat sembuh oleh teman-temannya, Cornel diselundupkan ke luar kota Jakarta dan diungsikan ke Krawang, sehubungan ada info, pasukan Inggris/Gurkha bakalan mengadakan penggerebekan maupun pebersihan di sekotar kota Jakarta.

Dari Krawang supaya dapat memperoleh perawataan yang lebih baik, Cornel dipindahkan ke Yogyakarta dan diopname di Sanatorium Pakem. Pada kesempatan ini, dia banyak meniciptakan lagu-lagu perjuangan. Sembari opname di rumah sakit, dia terus berkarya. Saat itu masyarakat Indonesia memang benar-benar membutuhkan lagu-lagu mars perjuangnan, lalu Cornel pun menciptakan lagu yang sangat populer seperti Maju Tak Gentar.

Sejarah telah membuktikan, lagu Maju Tak Gentar benar-benar membangkitkan semangat perjuangan para pemuda Indonesia pada tempo dulu. Banyak lagu-lagu perjuangan yang telah diciptakannya antara lain: Indonesia Tetap Merdeka, Maju Indonesia, Pada Pahlawan, Tanah Tumpah Darahku, Teguh Kukuh Berlapis Baja (diciptakan pada masa kemerdekaan).

Sedangkan yang diciptakan pada masa pendudukan Jepang: Asia Sudah Bangun, Hancurkan Musuh Kita, Menanam Kapas, Bikin Kapal, Menabung, Bekerja, Di Pabrik, Poelang dan Jawa Hokokai.

Hampir enam bulan lamanya onpname di Sanatorium Pakem kesehatannya semakin memburuk. Kadangkala dia sampai larut malam mecipta lagu, lupa untuk mengurus kesehatannya dan akhirnya diserang penyakit paru-paru. Pada tanggal 15 September 1946 ia meninggal dunia.



Generasi Muda Harus Berada di Garda Terdepan Menangkal Pengaruh Budaya Luar

Bendungan terhadap adanya suatu peralihan budaya yang terjadi dewasa ini, cenderung bermuara pada ‘sikap bermuatan barat’ yang dapat menghilangkan budaya lokal.

"Hal ini sangat tergantung pada generasi muda. Sebagai generasi penerus bangsa yang nantinya sangat kita harapkan dapat tegak di garda terdepan sebagai penyaring peralihan tersebut," ujar H. Abdulllah Nasution dalam sambutannya mewakili Ketua Tanfidziyah Pimpinan Wilayah Nahdatul Ulama (PW-NU) Sumut pada Workshop Teater, Sinetron dan Film (WTSF) yang berlangsung Minggu (6/3) di Gedung PW NU Sumut Jalan Sei Batang Hari Medan.

Menurut salah seorang Wakil Ketua Tanfidziyah PW-NU Sumut itu, modernisasi dalam pengembangan seni budaya saat ini terus berlangsung. Bila terjadi penyimpangan dalam proses kreativitasnya, harus segera diluruskan.

"Bila tercium aroma tak sedap yang keluar dari mulut pengembangannya, kita beri nafas segar dan wangi senada dengan garis ideology Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja), yang menjadi landasan sosial-keagamaan NU," paparnya.

Di sisi lain, menyambut gembira dengan tingginya antusias puluhan pelajar dan mahasiswa dari berbagai SMA dan Perguruan Tinggi yang terdapat di Medan dan Binjai mengikuti workshop tersebut.

"Antusiasme peserta ini membuktikan bahwa seni dan budaya (produk lokal) merupakan ha! yang sangat dibutuhkan oleh kaum muda, yang kita harapkan ke depannya mampu menangkal pengaruh budaya luar," tambahnya.

Workshop itu melibatkan berbagai nara sumber diantaranya H. Usman Lubis, salah seorang tokoh dan sesepuh NU yang mengetengahkan materi Apa itu Lesbumi?

Sementara untuk film diundang H.Amsyal. Sedangkan untuk teater dan sinetron mengundang M.Raudah Jambak, SPd dan Adhek Hermansyah Nasution dari Sanggar Seni Petrokimia Gresik lawa Timur.

Program Lesbumi NU

Sementara itu, Workshop Teater, Sinetron dan Film (WTSF) yang diselenggarakan Seniman Budayawan Muslim Indonesia Nahdatul Ulama Sumatera Utara (Lesbumi-NU Sumut) itu merupakan program awal Lesbumi NU-Sumut paska diputuskan kehadirannya kembali di tubuh PW-NU Sumut.

Ketua Lesbumi-NU Sumut H. Dahri Uhum Nasution (Tok Ai) menyebutkan, pihaknya telah menyusun susunan pengurus. Terdapat nama-nama seniman yang sudah tak asing lagi seperti Yan Amarni Lubis yang dipercaya sebagai wakil ketua.

Kemudian di Biro Teater ada M.Raudah Jambak SPd. Di Biro Sastra ada Hasan Al Banna SPd dan Andy Mukly SHi. Di Biro Film ada H. Amsyal, Munir Nasution SH dan masih banyak lagi nama-nama lain seperti di Biro Musik ada Hafiz Lawak serta di Biro Tari ada Rina Lubis SS dan Sri Patria.

"Setelah penyelenggaraan workshop itu, Lesbumi NU-Sumut telah mencanangkan untuk menindaklanjuti program-program baik yang bersifat pementasan maupun lomba," kata Tok Ai.

Lesbumi NU-Sumut sangat berkepentingan menyikapi semangat dan talenta anak muda, dikarenakan generasi muda sebagai asset bangsa dan agama yang membutuhkan atensi dan wadah pengembangan kreativitas talentanya dalam seni budaya.

"Dalam hal ini Lesbumi-NU Sumut siap bersinergis dengan seniman dan budayawan muslim dari lembaga sejenis lainnya," tambah Yan Amarni Lubis selaku Ketua Panitia Pelaksana Workshop.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar