Selasa, 24 Juni 2025

Di Antara Yang Tidak Diucapkan

Di Antara Yang Tidak Diucapkan (I – Waktu yang Terlupakan) Langit perlahan turun ke ladang, bukan karena malam tapi karena sesuatu pergi tanpa pamit. Di ruang tamu rumah ibuku, jam dinding berhenti pukul tiga— sejak hari ayah tak kembali dari pasar. Tak ada yang memperbaikinya. Dan waktu pun membeku seperti bisu dalam puisi Jon. (II – Di Lereng dan Lereng Lagi) Fosse menulis: “kau berdiri lalu kau tidak berdiri lalu sesuatu di antara itu terjadi.” Raudah menjawab lewat daun pisang yang rebah: “ada peristiwa yang tak tercatat karena terlalu pelan untuk dianggap nyata.” Kami berdiri di tebing – dia menatap laut fjord, aku menatap danau Toba yang berkabut, sama-sama menanti gema yang tidak akan datang namun tetap kita tunggu, karena itulah makna dari percaya. (III – Bahasa Ibu, Sunyi Anak) Aku mencoba bicara dengan kata yang kupelajari sebelum tahu artinya: poda, naposo, pariban. Ia mencoba mendengar dengan telinga yang terbiasa pada salju jatuh bukan suara perempuan yang memintal ulos. Kami berdua menulis dengan bahasa yang nyaris lenyap bukan karena dilupakan tapi karena terlalu dalam hingga tak bisa naik ke mulut. (IV – Doa di Tepi Lain) Kami duduk menghadap arah berbeda tapi keheningan kami saling menyapa. Aku menulis puisi ke tanah ia menulis ke angin. Dan suara-suara datang, tidak keras, tidak terburu, hanya hadir. Seperti embun pagi yang tidak meminta disambut. RJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar