Selasa, 24 Juni 2025

Serumpun Angin, Sepasang Matahari

Serumpun Angin, Sepasang Matahari Di lembah nan gemetar oleh bisikan bambu, kulihat bayangmu menari di antara kabut pagi, ibuku berkata: angin itu membawa rindu nenek moyang, yang menanam padi dengan doa, memanen dengan nyanyian. Sedang di Provence, pohon zaitun menyala keperakan, Mistral meniupkan dongeng dari abad yang lalu, tentang gadis dengan sabit bulan di dahi, dan pemuda yang membaca puisi dari tanah. Kami sama: penjaga bahasa yang hampir punah, menenun syair dari benang-benang bahasa ibu, aku dengan Batak yang gugur pelan dari lidah kota, dia dengan Occitan yang bernyanyi di antara guntur. Kami berjalan di jalan terik, kau di lembah Lavande, aku di simpang sawah Deli, menyebut nama-nama lama yang nyaris dilupakan: Jambak, Siregar, Lou Soulèu, Lou Vent. Adakah tanah lebih suci dari kenangan? Kami tulis ini di lembaran daun tua— aku dan Frédéric, dua bayang di dua dunia, satu suara dalam irama bumi yang sama. RJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar