Omong-Omong Sastra Sumatera Utara adalah wadah tempat berdiskusinya para sastrawan Sumatera Utara Khususnya. Usiannya yang hampir mencapai 40 tahun menjadikannya sebagai wadah bersilaturahmi, berdiskusi dan berkarya para sastrawan dari berbagai usia, aliran, dan agama, menyebabkan Forum Omong-Omong Sastra ini sebagai Forum yang tertua di Sumatera Utara. Forum ini diprakarsai oleh Damiri Mahmud, dkk. Sekarang di koordinir oleh M. Raudah Jambak. Semoga tetap berjaya.
Selasa, 24 Juni 2025
Mazmur untuk Tanah dan Ibu-Ibu yang Tak Sempat Kembali
Mazmur untuk Tanah dan Ibu-Ibu yang Tak Sempat Kembali
(I – Tanah Sebagai Rahim) Kami datang dari perut bumi: aku dari Haranggaol kau dari Lembah Elqui tempat perempuan menanam bayang-bayang agar pohon bisa tumbuh dari kehilangan.
Raudah menulis: "Ibu bukan hanya tempat lahir, tetapi tempat kembali— yang tak selalu terbuka lagi." Lucila menjawab lewat nyanyian ibu petani, yang menggendong anak-anak angin dengan lagu-lagu yang tak pernah tuntas.
(II – Tubuh Perempuan, Tubuh Dunia) Kami menulis puisi bukan dari buku, tetapi dari luka yang diturunkan seperti warisan yang tak bisa diwarisi.
Lucila berkata: "Bebaslah kau, anakku, dari napas yang dibungkam." Raudah menyahut: "Tapi bagaimana membebaskan jika tubuh sendiri dikunci sejarah?"
Tubuh perempuan adalah negeri yang tak pernah diakui dalam peta: ada gunungnya, ada lembah sunyinya, dan sungai air susu yang kering sebelum mengalir.
(III – Doa yang Tidak Tercatat) Kami berdoa— bukan ke langit, tetapi ke tanah dan jendela dan piring yang retak dan suara ibu yang hanya tinggal di mimpi.
Kami tahu Tuhan hadir dalam pisau dapur yang tetap diasah, dalam surau yang tetap dijaga meski anak-anak sudah lupa doa.
(IV – Mazmur yang Terjadi di Dapur) Lucila memasak nasi dengan tangan dingin, aku memotong bawang dengan doa yang pelan. Kami tak menyebut nama lelaki— hanya bayangan mereka yang keluar masuk pintu tanpa suara, tanpa janji pulang.
Kami menulis puisi di atas taplak, bersama cangkir yang kosong dan sendok yang menunggu seperti dunia menunggu perbaikan yang tak kunjung datang.
(V – Penutup yang Tidak Selesai) Kami tahu, ini bukan akhir. Karena sajak-sajak ibu selalu tertinggal di kursi yang miring, di jendela yang tidak dikunci, di nyanyian yang tidak dinyanyikan lagi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar