Selasa, 24 Juni 2025

Zikir Perempuan dan Gelombang Cahaya: Sajak untuk Tuhan yang Tak Jauh

“Zikir Perempuan dan Gelombang Cahaya: Sajak untuk Tuhan yang Tak Jauh” (I – Rahim Dunia: Tempat Zikir Pertama Berpijak) Raudah menulis: Aku tak hafal dalil, tapi tubuhku mengingat sujud ibuku di antara bau bawang dan langkah anak. Tiap desah napasnya adalah tasbih yang tak tercetak, tapi ditulis Tuhan dalam kitab yang lain. Kadirun Yahya menjawab dari maqam zikir batin: > "Cahaya Tuhan melingkupi seluruh jagat, > dan perempuan yang sadar akan getarannya > adalah penerima pertama gelombang kasih Ilahi." (II – Mihrab Dapur: Frekuensi yang Tak Terdengar) Di tengah suara sendok dan detak gas, Raudah menggumam: "Ya Rahman... Ya Rahim..." bukan keras, bukan fasih, tapi cukup untuk mengguncang langit. Sang Guru Ruhani menuliskan: > “Zikir diam adalah resonansi, > lebih kuat dari kata lantang. > Ia hidup dalam plasma jiwa, > menyalakan gerbang tujuh langit.” Dan kita tahu— Tuhan pun menyimak suara yang keluar dari tubuh lelah lebih dekat daripada speaker masjid. (III – Energi yang Lahir dari Lelah dan Ikhlas) Raudah: "Aku menyuapi dunia tanpa ditanya isi dadaku, tapi Tuhan tahu, ada doa yang diselipkan di antara sendok dan air mata." Kadirun Yahya tersenyum dalam diam: > “Energi spiritual tak diukur dari jumlah bacaan, > tapi dari niat dan detakan qalbu. > Maka perempuan yang ikhlas— > adalah pusat gelombang semesta.” (IV – Zikir sebagai Nafas, Bukan Beban) Zikir bukan beban. Ia tumbuh dalam pekerjaan harian, seperti jamur yang lembut di sela rempah dan cucian. Raudah menjadikannya irama: "Astaghfirullah... Ya Baqi... Lindungilah anak-anakku dari dunia yang kian gelap." Dan suara itu, mengalir ke langit tanpa kita tahu betapa kuatnya doa yang dicuci bersama seragam sekolah. (V – Tuhan yang Lebih Dekat dari Kecemasan) Maka, puisi ini selesai dengan napas panjang, bukan titik. Raudah menutup hari dengan tangan lelah tapi hati lapang. Kadirun Yahya menutup zikir dengan energi yang masih terus berputar melewati inti bumi dan arasy. Dan Tuhan, kita tahu, mendengar keduanya: perempuan tanpa podium, dan guru yang menyalakan cahaya dari dalam dada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar