Selasa, 12 Oktober 2010

Wartawan Keluar Negeri? Oh, Perlu Sekali !

M.Ady

PADA saat saya membalik-balik buku catatan lama, dan membaca kembali kliping koran-koran masa lalu, saya terkenang kembali kepada aktivitas rekan-rekan wartawan senior di era tahun 1950-an, Ternyata aktivitas mereka banyak yang menggembirakan dan terpuji.

Banyak wartawan senior masa lalu itu yang sering diundang keluar negeri, bahkan tidak sedikit pula yang bertugas di luar negeri.

Tentu saja hal ini disebabkan kapasitas mereka memang tidak diragukan lagi, begitu pula media tempat mereka bekerja. Saya masih terkenang Ketua PWI Kring Medan (ketika itu belum cabang Sumatera Utara, masih kring yang dibentuk tanggal 15 Maret 1951) yaitu Amrullah Ombak Lubis (AOL) dari Kantor Berita Antara Medan, berangkat ke Amerika Serikat melakukan tugas jurnalistik. Inilah wartawan Medan yang pertama kali ke AS.

Kalau tak salah ingat dua tahun kemudian,Wapemred Harian Mimbar Umum Syamsuddin Manan diundang Pemerintah AS berkunjung ke negeri Paman Sam tersebut, Wartawan yang satu ini terkenal kritis, dan lincah. Tulisan-tulisannya sulit untuk di-edit kembali. Dan tulisannya yang merupakan laporan perjalanan jurnalistiknya ke Amerika itu, dan yang di muat secara bersambung di harian Mimbar Umum, sedikit banyak menjadi motivasi bagi mereka untuk terjun ke dunia jurnalistik.

Kemudian juga diundang berkunjung ke AS adalah wartawan senior tiga zaman, yakni pendiri dan pemilik harian Waspada, yaitu Mohammad Said dan Ani Idrus. Wartawan senior Wapemred majalah berita Waktoe dan penulis roman detektif terkenal serial Elang Emas, yaitu Yusuf Sou’yb diundang ke Inggris. Begitu pula wartawan senior yang dikenal paling teliti dan hati-hati terhadap setiap berita dan tulisan yang dimuat yakni Bustamam, Wapemred Harian Mimbar Umum, juga diundang mengunjungi Inggris.

Begitu pula wartawan senior dari harian Waspada Ammary Iraby dan Wapemred SKM Suluh Massa, Syarifuddin Putra juga berangkat ke luar negeri yaitu Belanda atas undangan. Mengenai rekan Syarifuddin Putra ini memang ada cerita khusus. Ketika diundang itu keadaan kesehatannya memang kurang baik. Oleh dokter disarankan dia jangan dulu berangkat, karena saat itu sedang musim dingin di Belanda yang tidak baik bagi kesehatan orang dari daerah tropis, apalagi Bung Syarifuddin sedang terganggu kesehatannya.

Namun wartawan yang fasih berbahasa Inggris itu ngotot harus pergi juga. Mumpung, katanya. Tapi memang membawa risiko besar. Sepulangnya dari Belanda, penyakit yang sudah diidapnya ketika berangkat, ternyata semakin parah yang akhirnya membawanya menghadap Khalik-nya. Ya, itu sudah takdirnya.

Enam Bulan Di Kongo

Arsyad Nuh (Api Pancasila) yang menjadi Ketua PWI dimasa transisi, sehabis peristiwa Gerakan Tigapuluh September, juga diundang ke Jerman. Juga Anwar Effendi yang menjadi Ketua PWI Sumut empat periode (1967-1985) pernah diundang ke AS, juga wartawan Harian Bukit Barisan Lokot Bay. Sewaktu masuk TVRI Medan, Anwar Effendi sempat tugas belajar ke Inggris. Tapi ada seorang wartawan Antara Medan, Anwar Rawy, ketika bertugas di Korea Selatan telah kecantol gadis Korea yang cantik. Kemudian mereka menjadi suami isteri yang harmonis.

Anwar Rawy yang dulu sering menulis puisi, juga pernah bertugas di Singapura dan San Fransisco, Amerika Serikat. Tapi setelah pensiun dia tidak kembali ke Tanah Air, dia menetap di San Fransisco sampai kini. Namun Anwar Rawy sempat pernah pulang ke kampung halaman di Medan bersama anak-isterinya. Saya lupa tahun berapa, tapi dia sangat senang masih banyak wartawan senior yang mengingatnya dan menyambutnya di Bandara Polonia, Medan.

Wartawan Antara yang juga lama bertugas di luar negeri adalah Kaharudin, di Hongkong dan Belanda. Namun setelah pensiun kembali ke Medan dan menjadi redaktur senior di Harian Analisa.

Tetapi wartawan senior yang paling banyak diundang keluar negeri adalah H.Soffyan, Pemred Harian Analisa. Dia sempat ke Amerika Serikat, Australia, Jepang, India, dan China. Bahkan pernah Sekolah Jurnalistiknya di Berlin, Jerman. Ketika ada kampanye pemilihan presiden AS, Ronald Reagan, wartawan Mimbar Umum Mohammad TWH diundang menyaksikannya. Namun ketika pelantikannya sejumlah wartawan Medan juga diundang antara lain Anwar Effendi (Ketua PWI Sumut), Soffyan (Analisa), M.Syarifuddin (Bukit Barisan), dan lain-lain.

Yang unik adalah H. Manan Karim (wartawan Tangkas, kemudian Bukit Barisan, dan Wapemred Harian Analisa) yang diundang untuk ikut serta pasukan TNI yang bertugas sebagai Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Kongo, Afrika. Manan Karim selama enam bulan di daerah konflik tersebut. Karena sering menulis tentang Inalum selama pembangunannya, H.Ali Soekardi dari Analisa diundang mengunjungi Jepang oleh Gaimusho (Kementerian Luar Negeri Jepang).

Berbagai Negara

Wartawan Kepala Antara Medan M.Yazid termasuk salah seorang wartawan Medan yang sering berpergian keluar negeri. Bahkan ketika menjadi Ketua PWI Sumut (1985 - 1993) selalu berupaya memberangkatkan wartawan-wartawan Medan dapat berpergian keluar negeri, mengunjungi negara yang dianggap penting dalam hubungannya dengan RI. Yazid berpendapat sebagai wartawan perlu berpergian keluar negeri untuk menambah wawasan, menambah pengalaman, dan belajar menambah ilmu yang mungkin tak diperoleh di dalam negeri.

Yazid pernah membawa rombongan wartawan berkunjung ke Mesir, negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia. Rombongan yang terdiri dari lima orang ini (Yazid, Syahrial, Muhammad TWH, Zaidan BS dan Ali Soekardi) sempat dibawa meninjau ke kota yang berbatasan dengan Israel, yakni Rafah (kota yang ramai diberitakan, pada saat baru-baru ini Israel menyerang para sukarelawan yang hendak membawa bantuan rakyat Palestina di jalur Gaza). Berkunjung ke Al Ahzar University di Kairo dan diterima oleh Rektor atau Grand Sheikh Al Azhar, Gad El Haq Aly Gad El Haq, juga diterima Sekjen PBB Boutros Boutros Gali, mengunjung Piramid Giza dan Sphinx, dan lain sebagainya.

Rombongan demi rombongan wartawan Medan anggota PWI dari berbagai kesempatan berkunjung ke luar negeri. Diupayakan pemerintah negara bersangkutan (misalnya Kementerian Penerangan atau Luar Negeri) mau mengundang. Jika tidak, PWI berusaha mencari biaya tiket pulang pergi, dan selama berkunjung menjadi tanggungan negara yang mengundang. M.Jusuf Suif Lubis (Pos Utara), Mohd. Zaki Abdullah (PWI), M.Rauf Syaf (Waspada), Arifin Siregar (SIB), M.Lus Lubis (Mimbar Umum) dan banyak lagi yang telah turut program bermanfaat ini.

Negara-negara yang dikunjungi antara lain : Belanda (yang punya ikatan emosional dengan Indonesia karena pernah menjajah), Jerman (negara yang pernah mengobrak-abrik Eropa dalam Perang Dunia II, khususnya lagi melihat lelang Tembakau Deli di Bremen), Saudi Arabia (meliput TKI/TKW yang cukup banyak, dan melihat pembangunan taman-taman indah di berbagai istana yang dikerjakan oleh ahli pertamanan Indonesia serta para seniman Indonesia.

Juga ada yang berkunjung ke Hong Kong (ketika itu masih menjadi wilayah Inggris dan belum dikembalikan ke RRC) melihat pusat perdagangan dan pariwisata. Menteri Hal Ehwal Dalam Negeri Malaysia Tan Sri Syafii Ghazali pernah mengundang tiga wartawan Medan untuk mengikuti Pasukan Diraja Malaysia membasmi gerombolan komunis di Grik dan daerah sekitar perbatasan Thailand. Itu terjadi pada tahun 1977. Ketiga yang diundang adalah Zakaria Nasution (alm - dari Harian Angkatan Bersenjata Edisi Sumatera/Kalbar), Nazar Effendi Erde (alm - dari Harian SIB) dan Ali Soekardi (Analisa).

Rombongan wartawan Medan juga pernah dikirim meninjau Taiwan (Republic of China) untuk meninjau negara kecil itu sukses dalam pertanian, perindusterian dan perdagangan (ketika itu RRC belum semaju sekarang bersama India).

Pwi Harus Mempelopori Kembali

Sejak tahun 1982 sampai tahun 2000-an banyak wartawan Medan terutama yang aktif di bidang kebudayaan. dan kesenian diundang dalam pertemuan kebudayaan tiga negara, seperti Dialog Utara di Malaysia dan Thailand. Tercatat nama-nama mereka seperti Lazuardi Anwar (alm) Harian Bukit Barisan), Zatako (Medan Pos), A.Rusli Malem (alm), Zakaria M. Pase (Tempo), Ali Soekardi (Analisa) , mereka bersama-sama para budayawan dan seniman Sumut seperti Shafwan Hadi Umry, A.Damiri Mahmud, dan sebagainya.

Tiga negara Indonesia (khususnya Sumatera Utara), Malaysia, dan Thailand (khususnya bahagian Selatan) selalu mengadakan kerjasama pertemuan budaya Islam Melayu yang diadakan di Narathiwat, Yala, Pattani, dan Bangkok serta Chiang May secara bergantian. Diantara yang selalu turut serta adalah para budayawan dan dosen USU seperti Prof.Drs. Samin Siregar (alm), Prof.Dr. M.Solly Lubis, SH, Prof.Chainur Rasyid,SH juga Ustad Fuad Said (alm), Ustad Dr.Mohd. Hatta, dan di antara wartawan yang sering dibawa serta adalah Ali Soekardi.

Belakangan ini memang ada juga wartawan-wartawan Medan yang diundang keluar negeri, dan cukup banyak. Tapi mereka tidak dikoordinir oleh PWI Sumut. Mereka diundang atas nama koran masing-masing. Itu berarti korannya itu memang mempunyai nama baik dan dipercaya. Namun bagaimanapun juga berkunjung keluar negeri untuk belajar dan menambah wawasan dan pengalaman, adalah perlu bagi seorang wartawan.

Pimpinan media yang baik tentu memberikan kesempatan bahkan mengupayakan "anakbuahnya" (wartawan) untuk berkunjung keluar negeri. Apalagi jika PWI, salahsatu organisasi kewartawanan yang solid sekarang ini, mau selalu berupaya mengirimkan anggotanya berkunjung keluar negeri. Jika sekarang PWI Sumut berupaya menambah pendidikan para anggotanya, terutama yang muda-muda, misalnya melalui Sekolah Jurnalistik, akan lebih klop dengan menambah pendidikan mereka di luar negeri. Mudah-mudahan saja.! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar