Rabu, 26 Januari 2011

Kreatifitas Masyarakat Lewat Dialog Budaya

Darwis Rifai Harahap

Sebagai bangsa yang majemuk, bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak suku bangsa ini, memiliki kepentingan-kepentingannya sendiri, kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan dapat memenuhi hasrat yang diinginkan. Masing-masing suku bangsa yang jumlahnya sangat banyak itu, memiliki polah tingkah laku beda yang satu dengan yang lainnya.

Tingkah laku orang Batak, Minang, Ambon, Aceh, Bali dan lainnya tentu tidak sama. Masyarat majemuk kita mewujudkan perbedaan agama, adat istiadat dan pola hidup. Di samping perbedaan suku bangsa dan agama, masih ada perbedaan lain , yaitu perbedaan golongan-golongan. Perbedaan tingkat pendidikan, jenis pekerjaan serta kedudukan. Perbedaan ini terus bertambah, terlebih-lebih hal ini banyak dijumpai dalam masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan jauh lebih banyak keanekaragaman dibanding dengan yang ada di masyarakat pedesaan.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk. Berbagai jenis orang akan berbeda pula pola pikir dan pola bertindaknya. Orang Batak tidak hanya akan berhadapan dengan sesama orang Batak saja, tapi juga akan berhadapan dengan orang-orang dari suku lain yang bahasa dan tingkah polahnya beda satu dengan yang lainnya.

Perbedaan membuat manusia saling berlomba untuk menciptakan perubahan-perubahan. Tidak cuma manusia tapi juga alam tempat manusia tinggal akan berubah. Sawah ladang yang dulunya ditanami padi, jagung dan sayuran, lahan perkebunan yang dulu ditanami tembakau, karet dan coklat, kini setelah sekian puluh tahun telah berubah menjadi tempat pemukiman manusia.

Dulunya dusun terpencil, kini telah berubah menjadi sebuah kota besar dengan hunian yang membuat nafas sesak karena kehidupan yang semakin terasa persaingannya. Begitu juga dengan dunia teknologi. Dari teknologi yang sederhana, menjadi semakin kompleks.

Perubahan itu juga merambah dunia kesenian. Kakek-nenek kita yang telah tiada, dizamannya hidup 100 tahun lalu, menikmati tontonan musik, tari dan nyanyi, langsung menontonnya di lapangan terbuka. Kini semua itu sudah berubah. Kita dapat menonton piala AFF langsung lewat siaran televisi di Kuala Lumpur dengan hasil telak Tim Garuda kalah telak 0-3. Kita dapat berbicara langsung kebelahan dunia lain melalui telepon seluler hasil kreatipitas manusia yang haus akan perubahan.

Kita juga dapat melihat hasil kreatifitas manusia yang dipancarkan kewajah pemain, yaitu sinar laser yang dapat membutakan mata sesaat. Apakah gara-gara sinar laser yang di tembakkan penonton itu membuat tim nasional kalah? Mungkin tidak juga. Kecepatan, kreatifitas mengatur strategi penyerangan adalah hal mutlak di samping faktor keberuntungan karena bola adalah bulat.

Masyarakat Indonesia memiliki banyak sistem budaya. Masing-masing sistem mengandung kepercayaan yang diwarisi dari nenek moyang para pendukung sistem budaya yang bersangkutan. Sistem budaya yang mengandung pengatahuan mengenai lingkungan alamiah, lingkungan sosial, pengatahuan tentang tumbuh-tumbuhan, jenis –jenis hewan, sifat-sifat manusia, keadaan jasmaniah manusia, teknologi digital seperti yang sedang kita hadapi, berdampak poistip dan bisa negatip seperti yang dialami tim Garuda saat bertanding di Kuala Lumpur.

Sistem budaya tertentu saling berhubungan satu dengan yang lain. Saling mempengaruhi. Negara kita mengutamakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Artinya negara menganggap agama adalah bahagian terpenting, walau negara kita tidak dikuasai oleh satu agama.

Perbedaan agama dalam masyarakat adalah perbedaan budaya yang mengakibatkan kreatifitas pembuahan silang dengan hasilnya sesuatu yang baru. Sesuatu yang dapat dirasakan hasilnya oleh banyak orang. Sekarang ini seseorang dapat saja menikmati nyanyian rohani sambil meluncur di atas kenderaannya. Seorang penikmat sastra, dapat mendengarkan puisi yang dibacakan melalui telepon seluler, menonton televisi dan melihat langsung teman ngobrolnya dari layar hp yang berukuran hanya sedikit lebih lebar dari ukuran korek api.

Hasil kreatifitas manusia di abad digital ini, tetap tidak terlepas dari sisi positif dan negatif. Keberadaan warung-warung online yang menebar kesempatan bagi masyarakat, untuk dapat saling berkomunikasi di dunia maya. Ternyata melahirkan kejahatan bentuk baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Kejahatan adalah perbuatan orang per-orang yang jelas tidak menguntungkan orang lain. Kejahatan jelas bukan budaya. Seperti halnya dengan pebuatan korupsi para pejabat negara, seperti walikota, gubernur dan bupati atau pungli dijalanan oleh oknum polisi dan sebagainya, adalah perbuatan tidak terpuji.

Dalam bidang usaha, sebagai hasil kreatifitas dari orang-orang yang bergerak di bidang penerbitan surat kabar, baik berbentuk harian, mingguan dan bulanan, terus bersaing dengan penampilan wajah dan isi yang benar-benar memikat pembacanya. Demikian juga halnya dengan dunia kesenian. Sebut saja seni sastra, musik maupun teater. Dengan hanya meng-klik salah satu situs yang ada, pembaca dapat dalam waktu yang tidak begitu lama menikmati karya-karya sastra penyair-penyair Indonesia seperti LK. Ara di blog yang sengaja dia hidangkan untuk peminat sastra dunia.

Kita tidak tahu sekarang LK. Ara berada dimana, tapi di belahan pelosok manapun kita berada, kita dapat membaca karya-karya penyair Indonesia yang kelahiran tanah Gayo itu. Begitu juga dengan tulisan-tulisan sastrawan Medan lainnya, baik yang telah diterbitkan disurat kabar lokal maupun nasional, dapat dibaca hanya dengan sekali klik saja.

Kreatifitas manusia memang sudah sedemikian majunya. Seniman dengan karya seninya. Pengusaha dengan kiat bisnis yang dapat menghidupi banyak karyawan dari usaha yang dijalankannya. Dinegeri yang berpenduduk 200 juta jiwa lebih, manusia dengan falsafah Pancasila yang salah satu sendinya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kenapa masih memiliki Gubernur, Walikota, Bupati dan oknum Polisi yang korupsi? Hampir tiap bulan ada istiqosah, ceramah agama, pengajian yang bertujuan agar manusia tetap berada di jalan yang lurus, namun tawuran, pembunuhan dan pengrusakan dikarenakan masalah sepele terus terjadi mewarnai kehidupan.

Seolah manusia tak lagi mampu mengendalikan emosinya. Dimana-mana terjadi krisis hilangnya harga diri sebagai manusia. Nafsu hewaniah yang ada didalam diri manusia berhasil mengalahkan nafsu mutmainnah. Manusia adalah binatang berakal. Dengan akal manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Terkadang manusia alpa menggunakan akal fikirannya dikarenakan adanya keserakahan untuk mengambil yang bukan haknya. Mencuri, merampas harta orang lain, korupsi, membunuh dan mengerjakan pekerjaan tak terpuji lainnya, adalah warna buram sisi kehidupan kita sekarang ini.

Banyak orang yang frustrasi karena tidak mampu mewujudkan impiannya karena adanya persaingan tidak sehat dilingkungan tempatnya bekerja. Kreatifitas menjadi tumpul. Tidak perduli dengan keadaan menjadi penyebab utama. Kegiatan kesenian yang dikelola instansi terkait hanya kegiatan sebatas menghabiskan dana APBD yang memang harus dihabiskan. Begitu juga dengan kegiatan olah raga yang menghabiskan dana demikian besar. Kegagalan membuat banyak orang frustrasi, marah, benci dan akhirnya bertindak anarkis.

Untung saja team Nasional Garuda dapat menang di kandang sendiri dengan skor 2-1. Bila saja sempat kalah lagi dari tim Harimau Malaysia, tak dapat dibayangkan entah apa yang bakal terjadi di Senayan begitu pertandingan usai. Sesaat sepertinya ‘bola’ dapat menyatukan anak bangsa.

Rasa nasionalisme anak bangsa menyatu dalam satu kesatuan warna merah putih tanpa ada yang mengkomando. Penjahit seragam merah putih mendapat untung besar. Kreatifitas penata pakaian tim nasional Garuda membawa rejeki buat pedagang kaki lima dan penjahit. Harapan-harapan akan lahirnya cipta-ciptaan baru, sedikit banyaknya dapat dimanfaatkan oleh anggota masyarakat lainnya walau itu cuma dari hasil tiruan belaka.

Kreafitas masyarakat, apakah dia itu seorang seniman, penjahit pakaian, penjual bakso pinggir jalan, bukan tak mungkin dari segelintir orang yang tak pernah kita kenal namanya akan melahirkan karya-karya baru yang tidak pernah ada sebelumnya. Kreafitas, milik semua golongan anak bangsa yang hidup di bumi persada tanah air yang bernama Indonesia.

Dialog Budaya yang menghadirkan para petinggi Sumatera Utara pada 30 Desember 2010 malam di pelataran parkir Taman Budaya Sumatera Utara, salah satu ujud kepedulian pejabat yang ada walau masih sebatas ‘cakap-cakap’ belaka.

Kepedulian pejabat sangat diperlukan untuk menunjang laju kegiatan seni budaya di Sumatera Utara. Baca puisi bareng seniman malam itu, salah satu bentuk kreatif mempertemukan seniman dengan pejabat. Ternyata di darah mereka juga mengalir darah seni yang tak disalurkan. Seperti Ir. Wan Hidayati saat membacakan puisi Amir Hamzah, semua yang hadir terbuai hanyut menikmati bacaan Ir. Wan Hidayati.

Menurut pengakuannya pernah malang melintang semasa remajanya di Taman Budaya Sumatera Utara. Begitu juga dengan Kajati Sumut. Pejabat nomor satu di kejaksaan ini mencipta spontan puisi yang dia bacakan. Sayang, penulis tak dapat mengikuti acara dialog budaya sebagai tanda tutup tahun sampai akhir. Acara malam itu, salah satu wujud kreatifitas sekelompok orang untuk mempertemukan pejabat dengan senimannya.

Mudah-mudahan saja, dengan hadirnya pejabat di Taman Budaya, besok lusa Taman Budaya yang menjadi kebanggaan seniman Medan, tidak akan “ditukar guling” seperti nasib Kebun Binatang, Taman Ria dan Medan Fair, yang sampai kini masih menyisakan perkara di pengadilan karena kreatifitas negatif dari orang per-orang. 2010drh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar