Puisi
M.Raudah Jambak
Entah daun yang ke berapa jatuh ke bumi
dari pohon setua hembusan sedingin angin
warna buramnya sesunyi kalender yang
kelelahan disetubuhi beribu rayap
pengab !
waktu melesat begitu cepat
berkeliling merengsek masuk di celah-celah
reranting dan cabang
begitu gagap
entah daun yang ke berapa gugur di diri
memilah warna matahari yang menembus
ke segala ruang dan lorong sesunyi titik
air yang menitis di atas lantai lunglai
sansai !
Tanjung karang, 09
JENDELA TAK BERDAUN
M.Raudah Jambak
Inilah catatan yang memang tak pernah selesai
tentang perjalanan angin pengembara
bergerak layaknya penari telanjang tak jelas kapan datang
kapan pulang
dalam kediaman, debu-debu berkumpul
menghalau segala dingin
kesunyian begitu membuncah
ditingkahi titik air yang jatuh dari sisa hujan
separuh malam
inilah catatan tentang karat kemarau
yang tak sempat dibersihkan dari sisa keping daun jendela yang jatuh
terlelap di atas batu cadas berjambang lumut
di bawah jendela rumah kita
maka entah kapan lagi angin, debu, dan kemarau
mencatatkan kembali segala kisah
yang tak sempat terbaca
pada rumah, pada sejarah perjalanan
Medan, 10
CATATAN DAUN-DAUN
M.Raudah Jambak
Seperti pohon lainnya, tak pernah menyadari catatan daun-daun yang gugur, bersebab iri hati segerombolan angin dalam dendam
kesumat yang tak berkesudahan
seperti tanah lainnya, lelah menerima
segala derita daun-daun
yang terbuang, bersebab hunjaman matahari mengeringkan segala kerontang
yang semakin garang
seperti jiwa-jiwa lainnya, kehilangan rasa
memahami resah daun-daun
yang tergusur, bersebab nurani berkali-kali
mati suri sementara nafsu
dibiarkan membiak di kepala
Medan, 10
M E D A N 1
T.Sandi Situmorang
Sedari dulu kusadari
malam tak selalu jahat
seringkali ia membuka rahasia-rahasia
yang tertutup hangatnya matahari
maka selalu kususuri malam
diantara jalan-jalan
membuatku mengerti
kota ini, masih abu-abu
M E D A N 2
T.Sandi Situmorang
Semakin tua
semakin cantik
kian tinggi
kian berkilau
tambah dewasa
tambah angkuh
APA KABARMU, MEDAN ?
T.Sandi Situmorang
Kini,
apa kabarmu, Medan?
masihkah kau kemas langkah
menuju metropolitan
kemarin, kujelajah lagi tubuhmu
penuh guratan tua
beraroma lelah
di ujung tubuhmu
kutemu sayatan luka
di balik gemerlap wajahmu
USIA YANG BERTAMBAH
T.Sandi Situmorang
Deretan angka berjatuhan
membuatmu semakin dewasa
kau rajin berdandan
sampai wajahmu mengerikan
nyaris terlupa
dalam diam
mungkin tubuhmu lelah
hanya tiada daya
menolak ambisi
SAAT PACEKLIK TIBA
Umrah
Sebentar lagi musim paceklik tiba
anak-anak malah tampak gembira
padahal beras hampir tiada
musim paceklik sudah tiba
mereka justru biasa-biasa saja
padahal beras di karung habis semua
musim paceklik semakin mencekik saja
di lumbung, padi sama sekali tiada
anak-anak justru bahagia
rupanya mereka terbiasa puasa
biar tak cemas saat paceklik tiba
Kp. Lalang, Oktober 10
MIMPI LELAKIKU
Umrah
Hampir saja terjaga
mimpi lelakiku
ia terbaring di bawah langit
dengan igauan-igauan panjang
daun-daun mahoni berguguran
jatuh tepat di kedua matanya
mimpi lelakiku
berguguran bak daun-daun mahoni
lalu terbang tergerus angin kemarau
mimpi lelakiku
adalah segumpal keperihan
Pt. Sentang, Oktober 10
KOTA, SERIBU WAJAH
Umrah
Wajahmu ada di mana-mana
di baleho-baleho jantung kota
kotaku, dalam seribu wajah
tak manis lagi dipandang mata
wajahmu ada di mana-mana
menjual harapan-harapan maya
sebentar lagi kotaku akan punah
dengan berbagai ragam bentuk rupa
yang tak menarik simpati
Kp. Lalang, Oktober 10
JIKA MALAM TERAKHIR
Admina H Fitriani
Jika malam ini bukan malam terakhir
maka esok masih gundah mengikis lelap
jika malam ini malam terakhir
maka padam sudah derita tak berwujud
mungkin benar
terlalu bodoh terperangkap dalam labirinmu
tetapi mustahil
terbang jauh mengabaikan cinta yang telah lahir
oare sunyi, 2010
AIRMATA SAHABAT
Admina H Fitriani
Aku tahu
dalam diam kau sedang bersedih
airmata bukan tidak mengalir
tetapi tak pantas kumelihatnya
tegarlah
di sini sahabatmu selalu berdoa untukmu
untuk kebahagiaanmu
oase sunyi, 2010
KAU DAN DIA
Admina H Fitriani
Sungguh
tak pantas mengharapkan cintamu
hanya ingin selalu mencintaimu
agar kuyakin kaulah satu-satunya yang kucintai
tetapi setiap sakit ini kembali berdarah
ingin kuakhiri semua ini
dengan drama-drama romantis
yang diperankan oleh kau dan dia
agar tak terlahir lagi harapan palsu
oase sunyi, 2010
CERITAKU PADA DINGIN
Idenn Ls
Pada purnama yang bertengger di ujung pinus
mengejar angin merangkul dingin
suara menjamah kaki gunung
menjalar halus pada sebuah kekakuan
ada keindahan yang memanah hati
terekam dari panasnya unggun yang menyala
bara terus memasangkan ceria
hingga cerita berlanjut pada bulan tenda kita
2009
P E S O N A M U
Idenn Ls
Malammu yang kau bagi bersama
dalam sebuah dingin yang ranum
cerita kita menutup kabut
menyelimuti mimpi yang kita jalin
bersama makan malam kita
ini keindahan yang telah kau bagi
sehijau tubuhmu
setegar jiwamu
sejuk nafasmu membawa lara
tak sampai malam berganti
aku ingin kembali memelukmu
2009
D W I
(Buat Andi Dwi Apriani Patawari)
Rufliyandhi Rambe
Banyak energiku sebisa
terkuras secara percuma
sewaktu suhu pesimistisku naik
selekasnya kuraih lupa
lalu menghunuskannya tepat
di bayang wajahmu
bukannya Dwi yang terlupakan
malah sebaliknya aku lupa untuk
berhasil melupakannya
STIK-P, 2003
P A G I
Rufliyandhi Rambe
Angin berlari kencang
terpental dijegal reranting
mengucurkan dedaunan
(pekarangan berlepotan serakan)
dengan penuh percaya diri
keraguan menghampirilah ketergesaan
seorang perempuan tanpa sedar
telah melewatkan beberapa angkot
jurusan yang mengantarkannya
ke tempatnya bekerja
tengah tertancap pada jarum arloji
yang terpasang melingkari pergelangan tangan kirinya dengan kompromistis
ia setipudaya melebarkan waktunya yang sempit
supaya pekarangan rumahnya dapat masuk ke dalamnya untuk membersihkan
dari lepotan serakan
STIK-P Medan, 2004
P A G I 1
Rufliyandhi Rambe
Gedung-gedung bertingkat
kembali menajamkan pendengarannya
menyimak kegaduhan yang terjadi
dalam rahimnya seperti hari-hari sebelumnya masih keterlambatan
: pagi ?
wajah-wajah pasrah
dipenuhi kemacetan dengan cacahan angka 12
STIK-P Medan, 2003
SEDERET AMANAT EMAS
Saiful Amri
Dari kelas ini
tak bosan kuberpesan
jangan kutip uang sumbangan
penanda hari guru
yang membuat pengabdianku luntur
tumbuhkan ikhlas pada hatimu
menerima pengabdianku
sini dekat denganku, Nak
jangan percaya dengan cerita itu
tentang keseraman seorang guru
tentang kekejamannya
tentang ketakutanmu pada ilmu
dari bangku kelas ini
tak bosan kutatap wajahmu
selalu manis penuh lugu
berharap kujamah sumber dayamu
sini lebih dekat, Nak
kuingin kau kecilkan dunia
dengan keberdayaanmu
dengan wawasanmu
dengan yang telah kutularkan padamu
dari dasar hati
paling dalam
andai langkah sampai di sini
jadilah kau pemimpin kami
jadilah kau harapan kami
jadilah kau pemegang amanah
atas nilai-nilai yang kami titipkan
Bandar Setia, November 2010
KEPADA REKAN GURU
Saiful Amri
Mari kita akhiri catatan dosa
karna telah kita nodai
jiwa lugu penuh harapan
pada lembar jawaban UN
2010 Bandar Setia, November
JANGAN PERCAYA, NAK
Saiful Amri
Jangan pernah percaya, Nak
bahwa kelulusan hanya penantian pendek
atas datangnya jawaban pada pagi subuh
jangan percaya, Nak
bahwa kelas adalah tempat menerima wejangan palsu sebab di luar kelas semua tak berlaku
kenaikan kelas hanya menembus batas tipis
dan bukan lagi tantangan yang berat
jangan pernah kau percaya ini:
muda hura-hura
tua kaya raya
mati masuk surga
2010 Bandar Setia, November
CENDERAMATA DARI KELAS
Saiful Amri
Selalu kuingat cenderamata itu
saat bengalku berbalas kasih
dari seorang guru penuh abdi
hardikmu menjagaku
dari lamunan dalam jalur entah
Bandar Setia, November 2010
DI MIRISNYA WAJAH HUKUM
Irfan Alma
Hukum nyaris kehilangan nafasnya
saat terhimpit tumpukan materi
retorika politik kerap dipermainkan
tanpa malu masing-masing menertawai hukum
tak siapapun berdaya membantahnya
termasuk para penabur bintang
mereka sembunyi dibawah meja
sebatas simbol aksi kabaret
lambang dan moto terlupakan sudah
apalah sumpah setia
hukum itu kini tenggelam
penguasa ditampar berkali-kali
bersama bual beraroma busuk pekerja hukum
yang berserak di keranjang sampah
Di bawah meja pengadilan
C I N T A
Biolen Fernando Sinaga
Harus kuungkapkan rasa cintaku padamu
dan kuekspresikan setelah kau tahu
sebab mungkin waktu sudah tak panjang
gunung-gunung sudah mulai pada muntah
mungkin muak dengan noda dunia
cinta ini takkan kunodai
dengan selingkuh atau khianat
sebab lumpur telah memancar dari dasar bumi
gempa mengguncang disusul tsunami
cuaca esok tak bisa diramal lagi
aku cinta padamu
sudikah kau terima cintaku?
bercintalah kita selagi bisa
entah kiamat masih jauh atau di depan mata
Medan, 24 Nop. 2010
S I S Y P H U S
Biolen Fernando Sinaga
Manusia-manusia di negeri ini seperti sisyphus
yang dorong batu ke puncak bukit
lalu digelindingkan lagi ke jurang
demikian berulang-ulang
trotoar dilubangi, lumpur dikeruk
dibiarkan terbuka sekian lama
pejabat yang telah duduk di kursi
dipaksa turun lagi
penyair pun menulis puisi
lalu mengoyakkannya
penguasa membelai-belai rakyat
lalu menamparnya keras-keras
Medan, 24 Nop. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar