Rabu, 26 Januari 2011

Sastra Membantu Manusia Memahami Kehidupan

Ali Soekardi
Judul : MITOS SASTRA MELAYU (Kajian Tekstual dan Kontekstual)
Penulis : Shafwan Hadi Umry
Penerbit : USU Press, 2010
Halaman : VIII + 304

SASTRA membantu manusia memahami kehidupan. Dan kehidupan manusia itu terlalu luas. Beraneka ragam corak dan warnanya, berubah-ubah sesuai zamannya yang adakalanya sulit dipahami oleh manusia itu sendiri. Dan sastra dapat membantu manusia untuk memahami itu semua, termasuk memahami dirinya sendiri yang terkadang tak dimengertinya.

Dan sastra itu begitu banyak pula ragamnya, sehingga mampu menjangkau sedalam misteri kehidupan manusia itu, meskipun dalam bentuk yang beragam pula. Dari realisme kehidupan, absurd, mimpi, dongeng, bahkan ada yang menjadi mitos, dan lain sebagainya. Sebab sastra telah hadir dalam kehidupan manusia sejak dunia pikir manusia diliputi khayal dan dongeng, hingga zaman teknologi yang serba realis, namun terkadang membingungkan manusia juga.

Budayawan Shafwan Hadi Umry dalam bukunya ini mencoba menolong pembaca untuk dapat mengerti sastra, dan kemudian sastra itu juga akan menolong dirinya sendiri dalam menjalani hidup dan kehidupan. Meskipun jika hanya melihat dari judulnya Mitos Sastra Melayu, namun pembicaraan dalam buku ini menurut hemat saya bukan ansich mengenai sastra Melayu secara sempit, tetapi Melayu yang berkembang begitu luas menjadi sastra Nusantara. Termasuklah di dalamnya apa yang dinamakan sastra Indonesia. Lebih khusus lagi justru buku ini, juga mencoba membicarakan sastra di Sumatera Utara (81-84).

Melayu di sini dalam arti yang luas, sebagai akar dari sastra yang berkembang di wilayah Asia Tenggara (setidak-tidaknya demikian). Dan menjadi mitos dalam arti pemula atau asal-usul. Karena bahasa Melayu sejak zaman Sriwijaya, Majapahit, Melaka dan sebagainya di masa lalu telah menjadi lingua franca.

Pelajaran

Meskipun pengarang menulis buku ini secara umum, artinya agar masyarakat memahami sastra, tapi dapat. dirasakan buku ini juga diarahkan menjadi pegangan bagi pelajar/mahasiswa yang mempelajari bahasa dan sastra. Buku setebal 304 halaman (termasuk daftar pustaka), terbagi dalam tiga bab besar (Sastra, Apresiasi Puisi, Tokoh), dan tiap bab terdiri dari banyak bagian yang lebih detil menjelaskan apa itu sastra, membaca sastra, berkelana dalam sastra, dan seterusnya.

Bahwa buku ini juga mengarah kepada pelajaran sastra di sekolah maupun perguruan tinggi terasa dengan adanya bahagian Apresiasi Puisi (133-204). Di sini pengarang dengan jelas tapi singkat-singkat mengajak pembaca untuk mengerti seni (tapi lebih difokuskan pada puisi) sekaligus juga menimbulkan rasa terlibat di dalamnya. Banyak contoh dikemukakannya dalam bentuk puisi, dan itu bukan hanya sekitar Indonesia saja, tapi juga hampir di negara jiran Malaysia (Puisi Malaysia).

Bahwa puisi itu merupakan kerja batin (setidaknya menyangkut kebatinan, kerohanian, keimanan) terasa dalam bahasan tentang ke-Tuhan-an di Sikap Kepenyairan Terhadap Ketuhanan, juga Senandung Sufi Jalaluddin Rumi. Lalu Pelajaran Sastra Masa Depan, Romantika Pengajaran Sastra di SMA cermin pengarang memang punya pengalaman sebagai pengajar bahasa dan sastra di sekolah.

Tokoh

Tapi yang lebih menarik justru sastra tidak berkubang di medan yang sempit saja, justru sastra juga alat perjuangan dalam kehidupan dan lingkungan. Sastra dan Keselamatan Hutan, salah satunya. Namun di balik semua itu (sesungguhnya masih terlalu banyak yang diungkapkan pengarang dalam bukunya itu) adalah dia tidak melupakan Tokoh, yaitu para sastrawan yang telah berkarya dan berbakti dalam bidang yang satu ini, bahkan ada yang bersedia sampai akhir hayatnya bersetia pada sastra. Ingatlah N.A. Hadian, Herman KS, BY Tand, AA.Bungga, Aldian Aripin.

Namun tokoh yang tak boleh terlupakan seperti Damiri Mahmud, Lazuardi Anwar,Yosi Herfandan, dan lainnya. Juga nama-nama besar di bidang kepenyairan tak tertinggalkan, ada T. Amir Hamzah, Taufiq Ismail, Saini KM hadir di dalam buku yang kulitnya (cover) tak menjemukan mata memandangnya.Juga anak-anak muda yang kreatif seperti Raudah Jambak, Hasan Al Banna, dll.

Betapa pun juga kehadiran buku sastra yang satu ini pantas disambut gembira, di tengah situasi kenyataan hampir minimnya penerbitan buku sejenis di daerah kita ini. Penerbitan buku sastra, atau karya sastra, masih sangat terbatas pada kemampuan sang pengarang menerbitkannya sendiri dengan bantuan orang yang berbelas kasih mau mendanainya, seperti halnya Rahmat Syah yang menerbitkan Ini Medan, Bung. Ya, Medan semakin lama semakin kering di bidang sastra maupun penerbitan buku.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar